Jumat, 24 Maret 2017

Review Film Korea: Fabricated City




Judul: Fabricated City
Genre: Action, Crime
Sutradara: Park Kwang Hyun
Penulis Naskah: Park Kwang Hyun
Pemain: Ji Chang Wook, Shim Eun Kyung, Oh Jung Se, Kim Sang Ho, Kim Ki Cheon, Ahn Jae Hong, Kim Min Kyo.

Dendam menjadi kejahatan paling krusial karena aksi pembalasannya hanya terselesaikan dengan mati. Penyalurannya menjadi minat untuk para pembisnis didukung dengan bantuan hacker yang menjadikan media sosial sebagai tidak adanya batasan yang tidak diketahui. Aktivitas yang tercantum di media sosial itulah yang menjadi sasaran manis hacker untuk ikut masuk ke dunia nyata tanpa disadari oleh orang sekitarnya.

Fabricated City bercerita tentang pengangguran dari atlet taekwondo Kwon Yu (Ji Chang Wook) yang sehari-hari menghabiskan waktunya di warnet. Di dunia nyata memang Kwon Yu adalah pengangguran, akan tetapi di dunia maya, khususnya dunia game virtual, Kwon Yu merupakan sosok yang hebat. Mengapa? Karena Kwon Yu merupakan captain, dan seringkali ia harus mati dan berkorban demi menyelamatkan anak buahnya sekaligus menuntaskan misi game virtual tersebut. Suatu ketika, Kwon Yu dijebak dan tidak bisa mengelak karena bukti-bukti yang disampaikan, bahwa ia adalah seorang pembunuh dan pemerkosa.

Mengangkat tema action, penuh darah, penderitaan dan misteri yang harus dipecahkan, film ini tidak bisa dilewatkan begitu saja, alurnya walaupun lambat tapi sangat menarik, apa yang disuguhkan sanggup membuat was-was. Apalagi, ada scene yang memperlihatkan bagaimana Kwon Yu diperlakukan tidak adil di penjara yang penuh kekerasan didalamnya. Dendam akibat disalahgunakan, membuat Kwon Yu berusaha mencari bukti yang sebenarnya, dan disitulah ia harus menyadari siapa dan bagaimana musuh yang harus ia lawan?

MENGAPA KAMU HARUS MENONTON FABRICATED CITY?

1. Aktor Ji Chang Wook


Ji Chang Wook baru saja merampungkan dramanya bersama Yoona, yaitu K2 yang mendapat sambutan tinggi. Peran yang didapati Ji Chang Wook sebelumnya masih berurusan dengan action, dan memang nggak aneh kalau Ji Chang Wook terus berurusan dengan perkelahian dan pistol atau pisau yang menemaninya. Usut punya usut, film ini syutingnya dimulai dari tahun 2015, cukup lama prosesnya sampai kemudian baru bisa release film ini. Akting Ji Chang Wook nggak perlu diragui lagi, apalagi peran pendukung lainnya yang juga terkenal bisa membuat cerita ini benar-benar hidup sekaligus menegangkan!

           2. Tema Cyber Crime


Wah! Siapa yang nggak takjub dengan masalah serumet ini? Masalahnya, cyber crime ini nggak main-main karena berurusan dengan teknologi dan media sosial yang sering kita gunakan. Bagaimana detail-detail yang disampaikan di film ini juga dapat membuat decak kagum. Kalau kamu nonton drama K2 dimana disitu dia punya cermin ajaib, di film ini sang musuh pun juga punya, tetapi menurut saya seremnya kurang lebih sama tetapi lebih serem lagi di film ini. Karena di film ini, media sosial benar-benar menjadikan kita tidak mempunyai batasan apapun!

           3. Plot Twist


Mungkin sebagian dari kamu merasa nggak asing dengan tema yang sama seperti Fabricated City, tapi apa yang menjadi bom di film ini memang benar-benar nggak terduga. Kamu nggak akan tau kalau si musuh ini siapa, alasannya apa, dan kenapa harus Kwon Yu yang terseret? Segala spekulasi yang udah tertanam dikepala, bisa-bisa hilang begitu saja.

           4. Full Action


Untungnya film ini benar-benar konsisten, tidak ada romance didalamnya, tapi perasaan sayang tiap pemainnya dapat terlihat sendiri tanpa adegan atau tingkah laku yang harus aneh-aneh. Perkelahian dan cara Kwon Yu membela teman-temannya juga patut diacungi jempol. Apalagi adegan saat Kwon Yu harus melawan saat lampu mati. Visualisasinya keren!

           5. Persahabatan di Dunia Maya


Berbagai karakter, gender, ataupun hal lainnya bisa menyatu hanya karena memiliki hobi yang sama. Di film ini, mereka sama-sama bermain di game virtual, dan pada akhirnya mereka bertemu di kehidupan nyata demi membantu Kwon Yu. Mereka juga nggak peduli bahwa kegemaran mereka membuat hidup mereka seperti di game yang mereka mainkan.  

             Rate : 4/5 

Selasa, 10 Januari 2017

Review Film: My Annoying Brother (Hyeong)




Judul: My Annoying Brother
Genre: Drama
Sutradara: Kwon Soo Kyung
Penulis Naskah: Yoo Young A
Pemain: Cho Jung Seok, DO Kyung Soo, Park Shin Hye
           
Salah satu film Korea di akhir tahun yang ditayangkan di Indonesia adalah film berjudul My Annoying Brother. Garapan dari kolaborasi yang terkenal antara sutradara, penulis naskah, dan pemeran utama yang selalu dinanti-nanti penggemarnya. Sang sutradara, Kwon Soo Kyung pernah menjadi sutradara di film sebelumnya yang bertajuk drama komedi, yaitu film Barefoot Kibong, sedangkan Yoo Young A merupakan penulis naskah dari film sebelumnya, yaitu Miracle in Cell No 7.

My Annoying Brother bercerita tentang atlet judo, Doo Young (DO Kyung Soo) mengalami cedera yang mengakibatkan dirinya buta, sang kakak Doo Sik (Cho Jung Seok) memanfaatkan hal tersebut di penjara untuk mendapatkan bebas bersyarat dengan berdalih menjaga adiknya. Kebebasan itu dimanfaatkan Dook Sik untuk bersenang-senang, sedangkan Doo Young semakin terpuruk dengan kedatangan kakaknya. Melihat hal itu, Pelatih judo (Park Shin Hye) turut prihatin dan terus mencoba mengembalikan semangat judo Doo Young, dan meminta bantuan Dook Sik agar menjadi kakak yang baik.

Mengangkat tema keluarga dan dibalut dengan komedi membuat film ini sangat menarik untuk dinikmati. Adegan bromance kedua aktor berhasil memperlihatkan chemistry persaudaraan yang menarik dan lucu. Ketika, Doo Young dan Dook  Sik mulai menjalani misi yang sama untuk mencapai kebahagiaan, disitulah takdir yang membuat hanya satu diantara mereka yang benar-benar akan bahagia. Film ini merupakan sajian yang ringan dan pas dinikmati di akhir tahun, tidak hanya itu, film ini juga dapat menyentil tiap penontonnya, terbukti film ini sanggup menembus jajaran Box Office di Korea. 

KENAPA KAMU HARUS NONTON INI?

1. Sutradara dan Penulis Naskah
Film ini cukup jadi pertimbangan apabila kamu sudah menonton Barefoot Kibong yang disutradarai oleh Kwon Soo Kyung. Kalau saya, mempertimbangkan dari penulis naskahnya (Yoo Young A) yang filmnya terbukti fenomenal karena berhasil menguras airmata penonton yaitu Miracle in Cell No 7. Saya menjadi penasaran bagaimana kolaborasinya apakah sanggup selesai nonton bisa mencak-mencak? 


2. Pemain 
Siapa yang nggak kenal Cho Jung Seok? Baru aja selesai dari drama barunya Jealously Incarnate yang ratingnya juga lumayan tinggi, drama yang segar apalagi perannya di drama itu lucu banget. Nggak jauh berbeda, di film ini akting Cho Jung Seok juga menganut ngeselin-ngeselin-eh-bikin-baper! Lalu, ada DO personil boygroup EXO yang imut dan karier dia selama main film cukup mendapat sambutan yang baik karena aktingnya yang dibilang bagus! Terbukti juga nih, DO walaupun sebagai idol dia bisa membuktikan keseriusan aktingnya, apalagi DO disini protagonis banget ya, menderita karena buta, dan nggak punya siapa-siapa selain kakaknya yang ngeselin. Adalagi Park Shin Hye, kalau ini sih pasti langsung tau ya? Kalau yang sering nonton dramanya pasti tau, gimana dia selama ini berperan, yah nggak jauh beda juga sama di film ini.


3. Tema Keluarga
Biasanya tema yang mengangkat keluarga ini sensitif ya, maksudnya itu karena berhubungan dengan keluarga yang notabene dekat sekali dengan kita, jadi apa yang disampaikan tentu lebih mudah didapat. Seperti cerita ini biar mereka saudara tiri tapi yang namanya dipersatukan dalam keluarga pasti akan ada keterikatannya sendiri, salah satunya BROMANCE. Di Korea, bromance yang lucu nan gemas nggak dianggap aneh, malahan itu memperlihatkan sekali persaudaraannya dan jadinya orang respect!


Rate: 3/5

Jingga untuk Matahari, Peluncuran Novel Bergaya Unik


Novel Jingga untuk Matahari merupakan novel teenlit  karangan Esti Kinasih yang bercerita tentang tokoh bernama Matahari Senja dan Jingga Matahari yang dipertemukan di SMA Airlangga. Novel pertamanya berjudul Jingga dan Senja (2010) menjadi awal sebab munculnya konflik, dimana Matahari Senja yang biasa dipanggil Ari mencari saudara kembarnya yang terpisah sejak kecil bernama Matahari Jingga atau Ata. Munculnya anak baru bernama Jingga Matahari atau yang biasa dipanggil Tari, menjadi sebuah petunjuk dan angin segar bagi Ari untuk menemukan saudara kembarnya.

Terbitnya Jingga untuk Matahari (2017)  merupakan kelanjutan dari novel sebelumnya, yaitu Jingga dalam Elegi (2011) yang banyak membuat pembaca sekaligus penggemar tokoh sang Matahari menjadi kalang kabut, pasalnya novel tersebut dirilis lebih awal dengan sistem Pre-Order, dan sudah dinanti-nantikan oleh penggemarnya selama hampir 6 tahun. Kemunculan yang terasa mendadak, membuat pembaca bimbang dan bertanya-tanya, bagaimanakah akhir dari cerita Jingga Untuk Matahari?

Peluncuran novel Jingga untuk Matahari (18/12/2016) diadakan lebih awal di Gramedia Palmerah. Peluncuran  tersebut mengusung tema yang sangat unik, yaitu upacara bendera. Selayaknya upacara sekolah, penggemar yang akan menghadiri acara tersebut diharapakan untuk memakai seragam SMA dan akan mendapatkan hadiah menarik. Menyesuaikan dengan penggemar yang akan datang, pihak Gramedia pun ikut memakai seragam SMA dan menjadi petugas jalannya upacara. Peluncuran novel tersebut diwanti-wanti oleh pihak Gramedia untuk datang pagi, dikarenakan hanya menyediakan bagi penggemar yang sudah melakukan sistem Pre-Order pada tahun 2011 dan 500 eksemplar bagi penggemar yang datang lebih awal. 

Sumber: Gramedia Pustaka Utama

Teriknya matahari, tidak menyurutkan penggemar untuk antri dan bersiap mengikuti upacara, bahkan demi totalitas dan menghidupkan suasana SMA, petugas upacara melakukan briefing dan latihan lebih pagi guna memperlancar acara.  Tak tanggung-tanggung, pihak Gramedia juga menyediakan kantin yang dapat dinikmati secara gratis untuk penggemar buku Esti Kinasih. Uniknya lagi, upacara yang diadakan memarodikan tokoh-tokoh novel yang ada di buku Esti Kinasih, kehebohan demi kehebohan pasca upacara terus berlanjut tak kala tokoh utama dari Ari dan Tari datang terlambat, dan Bu Ida selaku guru yang berjaga di upacara marah besar sehingga upacara menjadi terfokus pada Ari dan Tari. Estikinatic (sebutan penggemar Esti Kinasih) dan Jingga Matahari Senja atau JMS (sebutan untuk penggemar tetralogi Jingga dan Senja) yang melihat kejadian tersebut langsung terhibur dan segera mengabadikan momen  yang terjadi, sebagaimana kejadian tersebut merupakan flashback dari cerita awal  Jingga dan Senja, dimana Ari datang  terlambat saat upacara dan bertemu dengan Tari. Keriuhan semakin menjadi ketika kepala sekolah berhasil melerai pertengkaran  tersebut, dan munculnya Esti Kinasih ke podium

“Terima kasih untuk semuanya yang udah datang pagi-pagi ya, saya mengikuti launching dari dalam sini, bercucuran airmata tadi melihat Ari dan Tari,” tutur Esti yang segera disambut dengan candaan oleh tokoh parodi Ari dan Tari.

Sumber: Gramedia Pustaka Utama

Kedatangan Esti Kinasih menjadi resmi dibukanya peluncuran novel Jingga untuk Matahari yang sudah disambut hampir 500ribu penggemar dengan tidak sabar. Sesi tanda tangan pun dibanjiri Esti Kinasih dengan ucapan selamat serta doa dari penggemarnya, walaupun status novel tersebut berlogo teenlit dan dikhususkan untuk remaja,  kemunculan selama hampir 6 tahun novel tersebut telah menjelmakan penggemar Esti Kinasih dari yang pelajar menjadi mahasiswa-mahasiswi pengejar toga, pekerja, bahkan sudah menjadi sosok ibu rumah tangga. Status yang sudah berubah tetap tidak menyoroti raut bahagia penggemar tak kala novel Jingga untuk Matahari sudah berada digenggaman.

 “Sebetulnya karena itu tulisannya mbak Esti. Apapun karyanya, pasti bikin pembacanya melting. Dari segi bahasa, buku Esti itu detail sekali, dan dari awal, permasalahannya itu deep. Cukup kompleks untuk anak remaja. Mungkin itu penyebab ibu-ibu rumah tangga macam saya masih bisa nikmatin” ucap Nagita selaku penggemar setia Esti Kinasih.

Pre-Order kedua pun disediakan lewat website bagi pembaca yang tidak bisa hadir, dimulai dari tanggal 19 – 25 Desember 2016 dan hanya tersedia sebanyak 1000 eksemplar. Menariknya, hanya dalam waktu 2 hari, buku Jingga untuk Matahari sudah habis diburu penggemar. Bagi pembaca yang belum kedapatan, harap bersabar menantikan novel Jingga untuk Matahari di toko buku terdekat pada 16 Januari 2017.

Peluncuran novel Jingga untuk Matahari karya Esti Kinasih ini benar-benar sukses dan disambut dengan meriah. Antusiasme pembaca dari berbagai kalangan membuktikan Esti Kinasih sanggup menyatukan berbagai generasi serta menjadikan novel teenlit tidak hanya dapat digemari oleh karangan pelajar. Selamat Esti Kinasih atas buku ketiganya! (Claudia)

Telah diterbitkan di Buletin Kieran, Desember 2016

Selasa, 13 Desember 2016

Dia


            Aku memperhatikan sosoknya dari belakang. Tubuhnya yang putih tegap berdiri menjulang didekat pintu masuk. Tiba-tiba, dia membalikkan badannya, dan tampaklah wajahnya yang mendekati sempurna seperti pahatan. Aku terpaku menatap hidungnya yang tajam, alis yang tebal, serta bibirnya yang membentuk lengkungan senyum. Sangat manis! Matanya yang hitam tegas menatapku tepat di kedua bola mata, membuat mataku tidak dapat melihat yang lain. Lalu dia membuka mulutnya dan mengucapkan kata sapaan singkat namun dengan suara yang halus. “Hai”. Kemudian, saat itu juga aku merasa detak jantungku berdegup dengan kencang, dan dunia berhenti detik itu juga.

Rabu, 30 November 2016

Mahasiswa UNJ Kenalkan Seni Tari Indonesia di Florida


Hampir terdapat 700 suku bangsa yang tersebar di 33 provinsi menjadikan Indonesia sebagai negara yang kaya akan budaya. Setiap budaya yang berkembang di Indonesia memiliki ciri khusus yang mencerminkan tempat budaya tersebut dihasilkan. Tidak hanya terkenal dengan pariwisatanya, tetapi Indonesia juga terkenal dengan budayanya.  Hal ini menjadi perhatian serta menarik minat masyarakat maupun warga negara asing untuk mengenal berbagai keanekaragaman budaya yang lahir melalui karya seni tari tradisional.


Perwakilan Universitas Negeri Jakarta, Fani Aprilia, beserta rekan-rekannya dari jurusan Seni Tari dan Seni Musik berhasil memperkenalkan keindahan tari tradisional Indonesia lewat acara Festival Kebudayaan Indonesia bersama Wonderful Indonesia yang diadakan di Florida. Fani yang saat itu dibantu dengan dosennya, Pak Ida Bagus yang merupakan ketua LEKHI (Lembaga Etnik Khatulistiwa Indonesia) menampilkan tarian yang beragam, diantaranya adalah tari yang berasal dari Kalimantan, Papua, Bali, Padang, Betawi, Jawa Timur, Sulawesi, dan Sumatera.


Festival yang dimulai pada 3 November dengan persiapan selama 2 minggu di Florida, tidak menuruni semangat Fani dan rekan-rekannya untuk memperkenalkan tarian Indonesia, walaupun perjalanan yang ditempuh sangatlah jauh. Terbukti, festival yang berlangsung di 2 kota, yaitu di kota Miami dan kota Orlando terbilang sukses dengan respon penonton yang positif. Tidak hanya dihadiri warga negara asing, warga negara Indonesia yang tinggal disanapun ikut hadir. Salah satu yang menarik adalah saat Fani dan rekan-rekan tampil di mall kota Orlando, saat tarian penutup yang disajikan adalah tarian berasal dari Kalimantan, para penari memberikan interaksi dengan mengajak penonton ikut menari, dan respon yang diberikan penonton adalah antusias dan menyambutnya dengan ikut menari. Hal ini menjadi bukti bahwa kebudayaan Indonesia benar-benar disambut baik oleh masyarakat setempat.


Budaya merupakan warisan yang harus dijaga, diteruskan dan diperkenalkan secara turun temurun. Menghargai keanekaragaman budaya yang berkembang di Indonesia merupakan cermin tingginya kebudayaan bangsa. Sebagai masyarakat yang lahir dan hidup di Indonesia, sudah sepatutnya untuk terus mempelajari kebudayaan yang ada, tidak hanya menikmatinya saja, tetapi juga mengapresiasi segala budaya yang ditampilkan lewat karya seni.

Minggu, 30 Oktober 2016

Azka

Cerita ini sudah pernah di unggah pada 29 Juni 2013 dan sudah mengalami proses penyuntingan. Naskah asli tertera pada: http://fiksi-teenlit.blogspot.co.id/2013/07/flash-fiction-azka-yang-ku-benci.html

Aku selalu membenci anak kecil itu. Dia selalu disayangi, diperhatikan, dan bahkan diistimewakan. Aku tidak tahu apa alasan yang semua orang lihat pada anak kecil itu. Bagiku, dia hanyalah anak laki-laki berumur 5 tahun, dan sangat menyebalkan. Entahlah mengapa aku sangat membencinya, mungkin karena nasib dia begitu beruntung dibandingkan denganku? 

Aku dan Azka adalah kakak-adik. Saat ini aku berumur 17 tahun dan perbedaan kami sangatlah jauh. Aku tumbuh sebagai remaja yang dulu sangat disayangi oleh orangtuaku juga keluarga besarku. Bahkan, mereka sangat memperhatikan hal-hal kecil tentangku, seperti keseharianku, apa saja yang aku suka, siapa saja teman laki-lakiku, ataupun hal-hal kecil lainnya. Tetapi itu semua tidak bertahan lama semenjak anak itu hadir di bumi ini. Perhatian seluruh keluargaku kemudian terpengaruh dalam kebiusan matanya yang coklat dan pipinya yang selalu menggembung.

Semua orang menyukainya, tetapi tidak dengan aku. Karena anak kecil itu, ketika aku sakit, aku tidak diperhatikan lagi. Padahal, sakitku dengan Azka hanya berbeda 3 hari yang kemudian disusul olehku, sedangkan semua anggota keluargaku hanya memperhatikan AzkaAku memang sudah besar, tapi apakah aku tidak membutuhkan kasih sayang keluargaku, terutama orangtuaku? Aku sangat membutuhkan itu.

Maka ketika, aku diberikan kepercayaan lagi untuk merawat Azka, aku menerimanya dengan senang hati, memperlihatkan senyum manisku yang selalu kupajang setiap harus merawat Azka. Ketika rumah sudah sepi, aku melihat Azka sedang bermain dengan bola kecil yang digenggamnya. Aku tersenyum kepadanya, dan dia pun ikut tersenyum, melihat itu aku menggeram dan langsung menggendongnya. Lalu, dengan hati-hati dan memastikan tidak ada yang melihat, aku menaruh Azka dibelakang kemudi mobil. Ketika sudah sampai di tempat tujuan, aku menaruh Azka begitu saja di lantai, membiarkan Azka merasakan dinginnya lantai marmer tanpa alas, sambil memberinya bola biru bertuliskan ‘Azka’ dan aku sudah melaksanakan keinginanku dengan sempurna, menaruh Azka jauh dari kehidupanku. Di gudang sebuah rumah tua. Tidak lama lagi, Azka akan benar-benar jauh dari kehidupanku. Aku pun tersenyum, dan menutup pintu gudang rapat-rapat.

Hari sudah siang, dan aku memutuskan untuk kembali ke rumah sambil menenteng minuman kesukaanku, milkshake chocolate, ketika aku membuka pintu rumah,  aku tercengang tak kala melihat banner besar di dinding rumah bertuliskan ‘Happy Birthday Azki 18th. We Always Love You’ dan semua keluarga besarku membawa kue dan kado, sambil menghampiriku mengucapkan selamat, doa, dan semua itu tidak dapat mengubah kesadaranku. Aku tetap diam. Mama menghampiriku, dan memberikan aku sebuah gambar yang tidak jelas, akan tetapi meskipun begitu aku tahu kalau di dalam gambar itu terdapat aku. Disudut kanan atas ada tulisan yang membuatku semakin diam tanpa kata-kata ‘Azka sayang kakak Azki yang baik’.

“Azka buat ini untuk kamu karena dia suka menggambar, liat nih muka kamu, ini buatan dia loh, dia buat ini hampir seminggu, buatnya di kamar mama, yah mama hanya membantu membuat tulisannya saja. Azka lucu ya, dia sampai  nggak mau tidur kalau belum selesai menggambarnya.. Eh, Azki mau kemanaa???”

Aku tidak memperdulikan suara teriakan mama, aku mengemudikan mobil seperti orang kesetanan, tidak memperdulikan setiap mobil-mobil yang membunyikan klaksonnya. Ketika sampai, aku berlari, menerobos, dan membuka pintu gudang dengan tidak sabar. Ketika pintu itu terbuka, bau tidak sedap tercium dan kulihat adikku duduk lemas bersandarkan dinding. Aku menghampirinya, memeluknya, dan aku mendengar suara yang selama ini ingin sekali aku enyahkan, dia kemudian mengatakan “Kak...”

Kamis, 23 Juni 2016

NOVEL 86 KARYA OKKY MADASARI

KETIKA UANG MEMATIKAN KEADILAN
DALAM NOVEL 86 KARYA OKKY MADASARI
Claudia Putri
Sastra Indonesia
Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Jakarta



Jika semua kasus dapat terselesaikan hanya dengan uang, dan yang terbukti bersalah dapat lolos hanya dengan uang, lantas bagaimana dengan nasib masyarakat yang tidak tahu menahu, terpaksa terjebak dalam kasus kriminal, lalu tidak memiliki uang dan hanya mengharapkan sebuah keadilan? Keadilan yang seharusnya dipegang oleh masyarakat, kini terkalahkan dengan uang, sehingga keadilan dianggap fantasi.

Mendengar istilah 86 atau lapan enam mungkin tidak asing lagi, sebab 86 merupakan simbol yang digunakan polisi untuk saling memahami dan siap menerima perintah. Namun, seiringnya waktu kata 86 ini menjadi sebuah plesetan yang digunakan untuk hal-hal yang negatif, yaitu untuk saling membantu menggunakan uang atau ‘pelicin’. Hal inilah yang mendasari Okky Madasari untuk mengangkat cerita dengan tema yang serupa, untuk menuangkan kegelisahannya.  Cerita yang dibuat Okky sederhana tapi mampu mengangkat isu sosial yang terjadi di masyarakat, Okky sendiri pernah menggeluti bidang jurnalistik sebagai wartawan selama 3 tahun, alhasil novel 86 ini ditulis Okky dengan detail, dengan riset yang matang, sehingga novel ini dapat mudah dipahami oleh pembaca.

Novel 86 bercerita tentang sosok Arimbi yang merupakan PNS di Pengadilan Jakarta yang berprofesi sebagai juru ketik. Arimbi adalah anak dari keluarga Petani di desa, pekerjaan Arimbi di kota menjadikan sebuah kebanggan untuk keluarga Arimbi, sayangnya Arimbi merasakan kegelisahan dalam pekatnya kota Jakarta, bagaimana dirinya berbeda dengan teman-temannya di Pengadilan. Arimbi adalah gadis polos, yang hanya memakai seragam setiap hari, menunggu gaji setiap bulan, lalu akan habis untuk membiayai kosan, mengirim ke orangtua, dan segala keperluannya di kota. Selama 4 tahun, Arimbi tidak tahu menahu mengenai mengapa temannya sesama juru ketik dapat membeli mobil dengan mudah, serta sosok atasannya, Bu Danti yang kerap kali berlibur ke luar kota atau negerti. Semua itu membuat Arimbi terkesan, hingga ia pun menyadari bahwa yang dilakukan orang selama ini adalah perbuatan yang tidak tahu malu.

Budaya kasus suap, sogok-menyogok, atau kasus korupsi masih terasa hangat di berita-berita, lembaga Komisi Yudisial sebagai pengawas peradilan pun banyak menerima laporan mengenai hakim yang melanggar etika profesi karena dilaporkan atas dasar dugaan suap, dan tidak becus dalam beracara. Budaya kasus korupsi juga dituangkan penulis melalui alur demi alur yang dijelaskan dengan runtut, bagaimana seorang klien yang meminta kepada pengacara untuk kasusnya cepat selesai diketik agar dapat melakukan banding, dan pengacara berhubungan langsung dengan Panitera untuk melakukan negoisasi, kemudian dari Panitera akan melakukan negoisasi pula dengan Hakim untuk menindaklanjuti hasil persidangan. Semua itu dilakukan dengan cepat hanya dengan embel-embel istilah lapan enam.

Anisa tertawa keras. “Mau bilang siapa? Semua orang di sini juga seperti itu. Jadi tahu sama tahu. yang bego yang nggak pernah dapat. Sudah nggak dapat apa-apa, semua orang mengira dia dapat.” (Halaman 103)

Dari kutipan diatas, diambil kesimpulan bahwa budaya kasus suap atau praktik kotor di Persidangan masih mengakar, sebagian orang pun beranggapan hal tersebut lumrah dan dianggap sebagai bentuk kewajaran. Itulah yang menjadi korupsi semakin lama semakin membengkak. Ketidaktahuan Arimbi selama bertahun-tahun bekerja membuat Arimbi berpikir cerpat, apalagi perkataan demi perkataan orang terdekatnya membuat Arimbi berani mengubah pola pikirnya. Hingga Arimbi pun terjebak dalam kasus korupsi bernilai milyaran, dan mendekam dalam Rutan Narapidana.

Okky Madasari dalam novel 86 ini benar-benar mempersoalkan dalam bidang kriminalitas, dari balik persidangan hingga ke titik persidangan yang membuat Arimbi mendekam di penjara. Kemirisan yang terdapat dalam Rutan Narapidana juga dituangkan Okky dalam cerita, bagaimana Arimbi merasa tidak adil karena terpisah dengan Bu Danti yang di dalam penjara malah hidup enak, berbanding terbalik dengan Arimbi. Tidak hanya itu, Okky juga menuangkan praktik kotor lainnya di dalam Rutan, yaitu pembuatan narkoba pada salah satu narapidana, Cing Aling.

Arimbi tertawa mendengarnya. Sekarang dia paham dan sudah bisa membayangkan. Dari sel inilah segala urusan sabu-sabu dikendalikan. Berbagai serbuk obat-obatan yang jadi bahan didatangkan dari luar. Orang-orang yang dari dulu jadi langganan Cing Aling belanja bahan mengantar ke penjara. Petugas-petugas yang sudah mendapat jatah bulanan, membuka pintu lebar-lebar. Kalaupun sesekali ada pemeriksaan, paling hanya berakhir dengan senyuman, tanpa pernah ada penyitaan. (Halaman 204)

Dari kutipan di atas, terlihatlah bahwa pengedar narkoba masih melakukan praktik kotornya dengan membuat narkoba di balik jeruji besi. Keamaan yang tidak ketat, dan lagi-lagi karena pelicin membuat petugas hanya sebatas mengamankan narapidana untuk tidak keluar dari Rutan. Pengedar narkoba malah semakin diuntungkan, karena narkoba tersebut diedarkan oleh orang-orang yang berada diluar Rutan, dan ketika ditangkap pun yang tertangkap hanyalah orang yang berada di luar, sedangkan yang berada di dalam Rutan terus leluasa dalam pembuatan narkoba. Narkoba sendiri masih marak, dan menjadi kasus yang hangat pula di berita-berita, masih banyak masyarakat yang terjerat dalam barang haram tersebut, antara pemakai atau hanya sekedar mengantar barang haram.

“Kamu ini dibilangi kok nggak percaya. Ini sudah perintah resmi. Orang kalau hukumannya sudah habis separuh, bisa bebas lebih dulu. Asal kelakuannya baik, terus bisa dipercaya” (Halaman 216)

“Kita kan sudah hitung semuanya. Kamu masih punya gaji, masih punya suami. Masih sama-sama muda. Duit segitu buat bebas cepat ya nggak ada apa-apanya. Ya terserah, kalau nggak mau. Tunggu saja dua tahun lagi.” (Halaman 217)

Dari kutipan di atas juga menjelaskan bahwa petugas sipir pun dapat menjalankan aksinya, untuk menawarkan pembebasan dengan cepat, alih-alih karena hukum, tapi tetap menuntaskan dengan pelicin.

            
Kehidupan seorang pengarang memang tidak pernah lepas pada lingkungan sosial budaya dan bangsa pada hidup pengarang, sehingga persoalan yang terdapat dalam masyarakat seringkali sebagai hasil refleksi dari pengetahuan serta pengalaman pengarang. Melalui sudut pandang Okkylah permasalahan yang ada di Indonesia direpresentasikan dalam bentuk novel fiksi. Maka, apa yang terjadi di lingkungan sosial ini adalah sebagai bentuk keadilan yang fantasi. Hukum di Indonesia yang sudah ditentukan dengan benar, sesuai dengan UU, akan tetapi masih banyak yang menyalahgunakannya untuk sumber uang dan mata pencaharian sampingan. Ketika mengakhiri novel ini, Okky masih membebaskan pembaca menentukan nasib tokoh Arimbi, sebagaimana permasalahan yang terjadi di Indonesia masih terbebaskan dalam menentukan nasib seseorang. Novel ini pun penuh dengan kritikan sosial yang ada di masyarakat, dan menimbulkan ironi tersendiri. Pasalnya, ketika keadilan dipatahkan dengan uang maka jika dibiarkan terus menerus akan menjadi budaya yang merugikan. Okky tidak hanya membahas korupsi dari segi pengadilan, tapi dari orang-orang diluar pengadilan masih banyak yang melakukan, aparatur penegak hukum pun salah satunya, kemudian narkoba yang sampai sekarang masih berusaha diberantas ternyata berkedoknya pun di dalam Rutan. Buat saya, Okky telah sukses menyuarakan ketidakadilan tersebut melalui karyanya.